見出し画像

セミが鳴いてる時 (When The Cicadas Buzzing)

genre: highschool, fluff

+ dialog tidak baku


🍀


Suhu musim panas naik dari tahun ke tahun. Udara yang lebih kering mengundang banyak serangga yang tertidur selama musim dingin terbangun dari kubangan air atau lubang-lubang kecil di tanah untuk bereksplorasi dan memulai hidup baru, seperti makhluk kecil penghisap darah serta serangga yang paling Shotaro benci.



Cicada, atau tonggeret.



Shotaro tidak pernah sebenci ini pada tonggeret. Bahkan, mendengar suara nyaring serangga itu bisa sedikit meredakan homesick akan rumahnya di Kanagawa. Tiap libur musim panas, ia dan teman-temannya akan datang ke festival untuk bermain dan menonton kembang api. Sepulang dari itu, ia akan tidur di kasurnya sambil diselimuti perasaan bahagia dengan derik tonggeret sebagai lagu pengantar tidur.



Tahun ini adalah tahun terakhir Shotaro sebagai murid pertukaran di salah satu sekolah menengah atas Korea. Tahun terakhir dan mungkin juga musim panas terakhir. Setelah lulus ia akan kembali ke Jepang untuk mendaftar ke perguruan tinggi yang memang telah ia incar sejak lama.



Karena itu juga, Shotaro memutuskan untuk tidak pulang ke Jepang pada liburan tahun ini. Ia ingin menghabiskan banyak waktu dengan teman-temannya. Shotaro datang sebagai murid pertukaran di tahun ke-2 hingga lulus nanti. Awalnya ia pikir semuanya akan berat terlebih ia hanya mengerti bahasa Korea dasar. Tetapi karena lingkungan yang baik, teman-teman yang seru dan mendukung, serta kepribadiannya yang lucu membuat hari-harinya terasa menyenangkan.



Sekolah di mana Shotaro menimba ilmu merupakan boarding school di mana seluruh muridnya diharuskan tinggal di dalam asrama yang kamar serta roomatenya diacak. Setiap kamar memiliki dua penghuni. Shotaro mendapat roomate seorang adik kelas, berdarah asli Korea. Namanya Jung Sungchan. Tubuhnya sangat tinggi dan ia memiliki tipe wajah tampan yang menjadi incaran agensi-agensi idol.



Bicara tentang roommate, Shotaro sempat mengalami masa-masa kecanggungan dengan Sungchan terutama di bulan-bulan awal mereka disatukan dalam satu ruangan, tetapi berkat bantuan Sungchan juga ia menjadi lebih baik dalam berbahasa Korea. Sungchan sangat sabar dan memperlakukannya begitu lembut. Tak jarang pula orang yang melihat mereka berdua sering salah paham bahkan berdebat tentang siapa yang lebih tua atau muda.



Tahun ini kurang dari 100 murid masih tinggal di asrama saat libur musim panas. Kebanyakan adalah mereka yang harus mengejar nilai dalam kelas tambahan, mereka yang sibuk berlatih untuk kegiatan lomba dan kompetisi non-akademik musim panas, mereka yang terlalu senang dengan kegiatan klub, dan mereka yang memang tidak ingin pulang ke rumah.



Di lantai dua tempat Shotaro tinggal, hanya ada sekitar 11 kamar yang terisi dari 60 kamar. Suasananya sungguh sepi. Namun ada yang membuat Shotaro tidak merasa begitu sepi karena ternyata Sungchan juga memutuskan untuk tidak pulang selama liburan. Ia yang notabene anggota inti klub sepak bola sedang disibukkan dengan persiapan kompetisi summer soccer yang akan diadakan bulan depan.



Meski begitu Shotaro tidak punya banyak kegiatan. Ia lebih sering nongkrong bersama teman-teman terdekatnya, berlatih dance di studio milik klub, menonton latihan Sungchan sesekali, atau pergi jalan-jalan seorang diri. Namun udara panas akhir-akhir ini sungguh tak tertahankan jadi ia lebih suka berdiam diri di kamar sambil menyalakan AC ke titik terendah.



Udara yang semakin panas menimbulkan banyak masalah lain. Kembali ke tonggeret. Di tengah hari yang panas, Shotaro mengeluh sebab sekumpulan serangga berisik itu menjerit-jerit. Sungchan yang memang tertarik dengan dunia biologi menjelaskan kalau tonggeret jantan berbunyi nyaring untuk menarik perhatian tonggeret lain supaya bisa melakukan mating atau kawin.



"Harus banget ngajaknya sekeras itu? Bisik-bisik aja nggak bisa?"



Sungchan hanya tertawa mendengar respon lelaki yang satu tahun lebih tua darinya itu.



"Lagian mereka nggak sakit telinga apa denger suara mereka sendiri?"



Dengan level kesabaran setingkat guru sekolah dasar, Sungchan menjelaskan lagi kalau tonggeret punya membran sendiri yang bisa melindungi telinga mereka dari oktaf tinggi yang mereka hasilkan. Suara nyaring tonggeret juga melindungi mereka dari serangan predator seperti burung.



"Mau kawin aja susah banget. Selain susah di diri sendiri, nyusahin makhluk lain lagi!" Shotaro bergulingan di lantai saking panasnya. Sungchan masih membaca artikel di handphonenya tentang tonggeret. Sesekali ia mengangguk-angguk kagum begitu menemukan fakta yang belum pernah ia ketahui.



"Akhir-akhir ini panasnya makin naik. Tonggeretnya bunyi dari pagi sampai pagi lagi. Kak Taro nggak bisa tidur ya?"



"Iya, Chan," Shotaro menjawab dengan nada memelas. "Udah gitu nyamuknya makin banyak. Lihat nih pipiku merah-merah."



Sungchan mengangkat wajahnya dan memperhatikan pipi tembam kakak kelasnya yang lucu itu. Kasihan, ada bentol-bentol samar kemerahan di sana. Rasanya Sungchan ingin berjaga saja tiap malam supaya kakak kelasnya itu tidak disedot darahnya oleh nyamuk jahat.



"Nanti aku beli obat nyamuk listrik habis latihan."



"Nggak capek latihan terus?"



"Besok libur kok. Tiga hari," jawab Sungchan sambil tersenyum. "Mau jalan nggak, Kak?"



"Ke mana?"



"Maunya ke mana?"



"Pantai?! Cari spot bagus buat foto hehe."



"Oke, siap!"



Setelahnya Sungchan bersiap untuk latihan sepak bola sorenya. Kalau saja Shotaro sedang tidak malas ia mungkin bisa mengekor Sungchan untuk menonton, toh di sana biasanya ramai oleh penonton dan ia bisa bertemu satu dua orang yang ia kenal. Anak-anak sepak bola banyak fansnya. Sungchan? Ya termasuk. Dia salah satu murid kelas dua yang fansnya seabrek. Biarpun begitu Shotaro tidak pernah melihat Sungchan dekat dengan gadis ataupun lelaki lain, secara romantis maksudnya.



Tidak tahu juga sih, itu cuma berdasarkan apa yang Shotaro tahu. Dan wow untuk apa dia mencampuri urusan pribadi orang lain?



Tonggeret masih berbunyi nyaring dan Shotaro memutuskan menyumpal lubang telinganya menggunakan headset. Ia tertidur di lantai selama hampir satu jam.



. . .



Ketika Shotaro selesai mandi sorenya, ia menemukan Sungchan sudah kembali dari latihannya, sedang mengutak-atik obat nyamuk listrik untuk dipasang. Ketika sensor menyala, aroma lemon menguar ke seisi ruangan.



"Suka nggak sama baunya?"



"Enak kok." Shotaro mengacungkan jempol, "Mandi sana, bau."



Sungchan terkekeh. Ia melepas kaus jerseynya yang lembab begitu saja dan masuk ke kamar mandi, meninggalkan Shotaro yang diam-diam memalingkan wajah ketika mengintip garis-garis otot yang halus di perut Sungchan.



Menggelengkan kepalanya, Shotaro melangkah menuju meja kecil di mana terdapat plastik bening berisi dua bento dan sekotak ayam goreng kesukaannya. Tadi Sungchan menawarkan diri untuk membeli makan malam, makannya Shotaro tahu salah satu bento pasti miliknya.



"Chan, bentomu kupanasin sekalian ya?!" teriak Shotaro agar terdengar oleh Sungchan yang sedang berada di dalam kamar mandi.



"Oke! Tolong ya, Kak!" Suaranya menggema di tengah guyuran shower.



Sang senior pun menghangatkan makan malam mereka di microwave satu demi satu karena tidak muat. Pas ketika bunyi "ting" terakhir dari microwave berbunyi, Sungchan keluar dari kamar mandi mengenakan kaus dan celana pendek hitam, dengan handuk tersampir di leher. Satu tangan menggosok-gosokkannya ke ujung rambut yang masih basah.



Bau menthol dari shampo yang digunakan Sungchan bercampur dengan aroma lemon. Perpaduan yang enak, Shotaro pikir.



"Bentar, jangan makan dulu," tolak Shotaro ketika Sungchan duduk di depan meja makan hendak meraih sumpit. Anak yang lebih tua beranjak untuk mengambil sesuatu di dalam lemarinya.



Bibir Sungchan membulat. Kakak kelasnya membawakan hairdryer untuknya.



"Risih liat rambutmu basah," ucapnya blak-blakan sebelum menyolokkan kabel ke stop kontak dan menyalakannya. Anak itu berpindah ke belakang Sungchan dan membantu mengeringkan rambutnya. Sungchan tiba-tiba membatu begitu merasakan jemari Shotaro meraih surainya, menyentuhnya di tengah angin panas dari hairdryer. Wajahnya memerah.



"Aku bisa make sendiri-"



"Biar cepet, aku aja."



Maka dari itu Sungchan membiarkannya. Ia tersenyum diam-diam sambil memejamkan mata. Rasanya sungguh nyaman.



"Yup! Selesai!"



Kedua mata Sungchan terbuka dan dia mengucapkan terima kasih. Shotaro menyimpan kembali hair dryernya dan bergabung bersama Sungchan di meja makan. Mata bulat Shotaro berbinar melihat ayam goreng yang dibawa Sungchan.



"Padahal kamu nggak nawarin aku buat beli ayam goreng, Chan?"



"Sengaja nggak bilang. Biar surprise."



Shotaro tertawa kecil. Ia bersyukur memiliki roommate yang baik dan tentu saja pengertian seperti Sungchan. Sekarang hubungan mereka tidak secanggung dulu. Mereka pun banyak mengerti tentang satu sama lain.



"Selamat makan."



"Selamat makan."



Makan malam dilalui dengan santai dan nyaman, bahkan suara tonggeret bisa menjadi musik latar belakang yang membantu mengisi keheningan.



. . .



Pukul dua dini hari Shotaro terbangun, padahal ia baru tertidur jam setengah satu setelah capek bermain game di konsolnya. Lampu kamar sudah dimatikan, hanya ada cahaya temaram dari lampu tidur di atas meja belajar. Angin dingin dari AC masih berhembus, namun tubuhnya lengket berkeringat.



Tapi bukan itu yang paling menyebalkan. Toggeret kembali berulah.



Mereka berbunyi lebih nyaring dari biasanya. Entah karena efek malam hari yang lebih sepi dari siang hari atau karena memang serangga itu sudah sangat, sangat horny.



Shotaro menutup telinganya dengan bantal. Tidak berhasil. Seolah ada tonggeret yang hidup di dalam bantalnya. Opsi kedua, memakai headset atau airpod. Itu tidak bertahan lama karena Shotaro kerap merasakan sakit telinga akibat mendengar musik dalam waktu lama.



Ia kesal, kemudian menatap ke tempat tidur di seberang. Sungchan tengah membelakanginya. Dilihat dari pergerakan punggungnya yang tenang pasti anak itu sedang tidur dengan nyenyak.



Shotaro mengerutkan dahi. "Bisa-bisanya Sungchan nggak keganggu sama suara tonggeret..." Antara heran dan kagum.



Namun tak lama ia dibuat kaget karena tiba-tiba Sungchan mengubah posisi jadi menghadapnya, menatap dengan mata rusanya yang lebar.



"Siapa bilang aku nggak keganggu? Bahkan aku belum tidur dari tadi."



"Hahaha, lebih parah ternyata."



"Harus diapain biar mereka diem?"



"Bakar rumah mereka?"



Sungchan menatap Shotaro dengan pandangan tidak percaya. "Mereka hidup di pohon. Masa kita mau bakar semua pohon yang ada? Bisa ditangkap polisi, Kak. Lagian jenis tonggeret beda-beda loh. Suara mereka juga beda-beda."



"Sama aja deh perasaan. Lagian aku bercanda!"



Sungchan meringis, sebelum melempar tanda peace dengan jarinya.



"Mereka punya raja nggak sih? Yang jeritannya paling kenceng, maybe? Kita tangkap aja rajanya biar mereka diem."



"Mereka bukan lebah Kak, mana ada raja atau ratu."



"Sumpah ah kesel banget. Mana besok kita mau jalan-jalan kan? Kalo bangun siang bawaannya males."



Sungchan nampak berpikir, tapi keburu didahului oleh sang senior.



"Kita balas teriakin mereka aja gimana? Siapa tau kalau teriakan kita lebih kenceng mereka minder terus pergi?"



Oke, Sungchan tahu kalau Shotaro itu sangat lucu dan polos, tapi ia tidak tahu kalau tingkat kelucuannya itu sejauh ini.



Yang lebih muda menghela nafas, bagaimanapun kadar kebisingan suara yang dihasilkan manusia tidak akan bisa mengungguli suara milik tonggeret. Kebisingan yang bisa dihasilkan suara manusia mentok 90 desibel ke bawah saja, kalah dengan suara nyaring tonggeret yang bisa sampai 120 desibel. Suara di atas 80 desibel pun rasanya hampir tidak tertahankan oleh telinga manusia.



"Kayaknya kita nggak bisa ngalahin suara tonggeret deh Kak."



"Kok udah pesimis duluan? Not me then."



Shotaro bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke arah jendela, membukanya dan menjerit.



"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!"



Sungchan ikut bangkit dari tidurnya dan menutup telinga. Sempat resah bagaimana kalau tetangga kamar mendengar dan berpikir yang tidak-tidak seperti ada maling atau sebagainya.



Miiiinngggggg. Miiiiinnnnggggg.



"Haah... mereka malah makin berisik?!"



"Ini bukan ide bagus."



"Terus aku harus gimana sama serangga horny itu? Kalo mereka nggak diem, kita nggak bakal bisa tidur, Chan!"



Sungchan menatap wajah kesal Shotaro sebentar sebelum tersenyum misterius.



"Kita bikin mereka malu aja."



"Malu-hah? Gimana? Gimana?"



Sungchan membuka tirai jendela lebar-lebar, mempertontonkan batang besar pepohan tinggi tempat tonggeret tinggal dan saling menjerit untuk menarik perhatian sesama spesiesnya.



Sebelum Shotaro bertanya lebih lanjut, Sungchan menarik ujung kaus sang roommate dan mengajaknya menuju tempat tidur. Shotaro menurut saja, clueless. Sebelum pundaknya didorong kuat oleh Sungchan yang sama sekali tak berniat menyakiti. Punggung si pemuda Jepang mendarat di atas permukaan kasur dengan suara gedebuk pelan.



Sungchan mengurung tubuh Shotaro di antara kedua lengannya, meraih telapak tangan sang lawan, menyelipkan kelima jemari di sela-sela jemari lawan yang berkeringat lantas meremasnya erat namun lembut. Yang lebih tua mendongak, memandang paras tampan adik kelasnya yang hanya berada beberapa senti di atas wajahnya. Hembusan nafas Sungchan yang pendek-pendek menyapu pipi Shotaro yang memanas-entah karena suhu musim panas atau memang karena kalor yang dihasilkan akibat friksi kulit ke kulit di antara keduanya.



"Kenapa, Sungchan?"



"Kak, aku sebenernya..."



Shotaro dengan sabar menunggu dan menatapnya dengan muka polos, sesekali mengedipkan mata bobanya dengan tenang. Benar-benar seperti tidak memiliki sense of danger. Hal itu lantas membuat sendi-sendi Sungchan melemas lalu tubuhnya merosot di atas tubuh Shotaro. Dirinya memilih memeluk sang senior sembari menyelipkan wajah ke celah antara pundak dan leher sang partner sekamar, menghela nafas.



"Nggak jadi deh," bisik Sungchan pelan di sisi telinga Shotaro.



"Ahahaha jangan-jangan kamu suka aku ya?"



"Pede banget, Senior."



Biarpun begitu senyuman Shotaro melebar ketika merasakan pelukan lengan Sungchan di pinggangnya mengerat. Hanya saja ada satu hal yang membuatnya agak malu.



Sepertinya ia tak sengaja menyentuh selangkangan Sungchan yang uh... semi-ereksi?



Shotaro ingin tertawa. Astaga, partner sekamarnya itu sedang horny. Tapi kenapa begitu tiba-tiba? Tidak mau kalah dengan tonggeret rupanya.



"Sungchan?"



"Hm?" Jawaban Sungchan yang hanya berupa gumaman di dekat cuping telinganya yang merah itu membuat bulu-bulu halus di bagian belakang lehernya berdiri.



"Kita nggak mau lanjutin?"



"Lanjutin apa?"



"Katanya mau bikin tuh tonggeret malu?"



"Emang Kakak ngerti apa yang sebenernya pengen aku lakuin tadi?"



Dengan sekuat tenaga, Shotaro mendorong pundak Sungchan, memundurkannya hingga membuat jarak yang cukup lebar dengan lengannya. Sungchan akhirnya menyerah lalu menegakkan punggung, duduk bersila di atas kasur.



Bocah Jung dibuat kaget dengan Shotaro yang tiba-tiba bangkit dan duduk seenak hati di atas pangkuannya. Lengan pucat lelaki itu melingkar di leher sang adik kelas yang berkeringat. Di wajahnya masih tertoreh senyuman manis dari mata bulan sabit yang melengkung cantik ke atas.



"Kamu pengen mating sama aku kan, Pangeran Tonggeret?"



Bisa-bisanya kakak gemas ini mencoba menggodanya.


'Tapi nggak salah, sih.'


Namun Shotaro tertawa terbahak-bahak tak lama setelahnya.


"Nanti aja deh nunggu kita legal."


🍀🍀🍀

この記事が気に入ったらサポートをしてみませんか?